Sangatta – Di tengah gencarnya pembangunan nasional dan sorotan terhadap Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sebagian wilayah di ujung timur Kalimantan masih bergulat dengan persoalan paling dasar: listrik dan jalan. Wilayah Sangkulirang Seberang di Kabupaten Kutai Timur menjadi potret nyata keterisolasian yang kian membentang.
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan melontarkan kritik keras terhadap lambannya pemenuhan infrastruktur dasar di kawasan tersebut. Ia menyebut desa-desa seperti Mandu Dalam, Mandu Pantai Lestari, Saka, dan Kesandaran masih hidup tanpa aliran listrik dan akses jalan yang memadai.
“Waktu Pak Gubernur mencalonkan diri, beliau menyatakan bahwa kawasan Sangkulirang Seberang ini akan menjadi prioritas untuk perbaikan jalan dan listrik. Tapi sampai sekarang masyarakat masih hidup dalam keterbatasan,” ujarnya tegas.
Agusriansyah menyebut ketimpangan ini bukan sekadar soal janji politik yang tak ditepati, tetapi juga kegagalan menghadirkan keadilan sosial bagi warga pelosok. Ia mengungkapkan bahwa meskipun tim dari Bagian SDA Kutim, PLN, dan Perusahaan Milik Daerah (PMD) telah melakukan survei, langkah konkret dari pemerintah provinsi dinilai belum tampak.
“Saya sudah konfirmasi langsung ke bagian SDA Kutim. Mereka sudah turun ke lapangan bersama PLN dan PMK. Tapi itu baru tahap awal. Pemerintah provinsi harus hadir lebih kuat, mendorong agar Kementerian ESDM mengalokasikan anggaran prioritas untuk wilayah ini,” paparnya.
Kondisi ini, menurutnya, menjadi ironi di tengah kemajuan pembangunan nasional. Agusriansyah menyindir tajam, menyebut keberadaan wilayah yang belum tersentuh listrik sebagai kegagalan mendasar negara.
“Lucu rasanya ketika negara sudah merdeka selama lebih dari tujuh puluh tahun, tapi masih ada warga yang tidak mendapat aliran listrik. Padahal listrik, air bersih, dan jalan itu adalah pelayanan dasar yang seharusnya sudah selesai sejak lama,” ucapnya.
Selain listrik, kondisi jalan juga tak luput dari sorotan. Akses yang buruk menjadi hambatan utama dalam distribusi barang, mobilitas pendidikan, hingga pelayanan kesehatan. Agusriansyah mengingatkan, bila kondisi ini terus dibiarkan, maka jurang ketimpangan akan semakin dalam.
“Ini bukan daerah terpencil. Tapi aksesnya memprihatinkan. Kalau tidak segera dibenahi, masyarakat di sana akan semakin tertinggal. Pemerintah tidak bisa terus berdiam diri. Harus ada tindakan nyata,” katanya.
Ia pun mendesak agar pemerintah provinsi segera menyusun langkah strategis, mulai dari percepatan anggaran, sinergi lintas instansi, hingga eksekusi pembangunan infrastruktur dasar.
“Jangan tunggu suara rakyat jadi jeritan. Pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai pengatur, tapi sebagai pelaksana yang adil dan berpihak,” tandas Agusriansyah. (ADV).