berau  

Presiden RI Berikan Amnesti kepada 53 Narapidana di Kaltimtara, 3 Warga Binaan Rutan Tanjung Redeb Resmi Dibebaskan

BERAU – Tiga warga binaan di Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb resmi menerima amnesti dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada Sabtu (2/8/2025). Mereka termasuk dalam total 53 narapidana dari wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) yang memperoleh pengampunan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Pemberian Amnesti.

Momentum tersebut disambut penuh haru dan rasa syukur di lingkungan Rutan Tanjung Redeb. Bagi para penerima, keputusan ini menjadi babak baru dalam hidup mereka, setelah sekian lama menjalani masa pidana. Pemberian amnesti ini juga menjadi simbol bahwa negara hadir untuk memberikan keadilan yang lebih luas dan menyentuh sisi kemanusiaan.

Pemeriksaan Ketat dan Verifikasi Ulang

Pihak Rutan Tanjung Redeb bergerak cepat menindaklanjuti Keppres tersebut dengan melakukan verifikasi dan pemeriksaan data secara ketat, guna memastikan bahwa penerima amnesti benar-benar memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah. Verifikasi ini penting agar kebijakan tidak disalahgunakan dan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

“Ini bukan hanya sekadar keputusan administratif. Ada tanggung jawab moral dan hukum yang menyertainya. Karena itu, kami pastikan seluruh proses berjalan akurat dan transparan,” ujar seorang petugas Rutan.

Arahan Tegas dari Pusat: Bebaskan Sebelum 3 Agustus

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kaltim, Hernowo Sugiastanto, menegaskan bahwa seluruh jajaran pemasyarakatan wajib melaksanakan pembebasan narapidana penerima amnesti selambat-lambatnya Minggu, 3 Agustus 2025.

“Arahan dari Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, serta Dirjen Pemasyarakatan, Mashudi, sangat tegas. Mereka meminta proses pembebasan dipercepat dan dipastikan tidak ada kendala,” jelas Hernowo.

Ia menambahkan bahwa pihaknya telah menyampaikan instruksi langsung ke seluruh kepala Rutan dan Lapas di wilayah Kaltimtara untuk melaksanakan perintah tersebut dengan penuh tanggung jawab.

Fokus kepada Keadilan Restoratif dan Kesehatan

Lebih lanjut, Hernowo menjelaskan bahwa para narapidana yang menerima amnesti sebagian besar berasal dari kategori kasus khusus. Mereka meliputi:

Narapidana kasus politik

Narapidana dengan penyakit berat dan kronis, seperti ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa), stroke, dan HIV

Narapidana yang terjerat kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Serta pecandu narkoba non-bandar, yang menurutnya seharusnya mendapatkan program rehabilitasi, bukan hukuman pidana penjara.

“Ini bagian dari pendekatan keadilan restoratif. Negara perlu hadir dengan kebijakan yang tidak hanya memenjarakan, tetapi juga memulihkan,” ungkapnya.

Meringankan Beban Negara dan Mendorong Rekonsiliasi

Kebijakan pemberian amnesti ini tidak hanya berdampak pada individu, namun juga memiliki dimensi strategis bagi negara. Dengan pembebasan narapidana tertentu, beban anggaran negara terhadap biaya pemasyarakatan dapat dikurangi secara signifikan.

Selain itu, langkah ini dianggap sebagai bentuk rekonsiliasi sosial dan hukum, terutama terhadap kasus-kasus yang dinilai layak untuk diredakan dengan pendekatan non-represif.

Para narapidana yang dibebaskan nantinya akan mengikuti program rehabilitasi dan reintegrasi sosial secara menyeluruh. Tujuannya adalah agar mereka mampu kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih kuat, bertanggung jawab, dan produktif.

Harapan untuk Masa Depan Lebih Baik

Kebijakan ini membawa harapan baru, tidak hanya bagi narapidana, tetapi juga bagi keluarganya. Keluarga dari tiga warga binaan Rutan Tanjung Redeb yang menerima amnesti tampak penuh syukur dan haru saat menyambut kepulangan mereka.

Pemerintah berharap, melalui kebijakan ini, stigma terhadap mantan narapidana bisa dikikis, dan masyarakat dapat menjadi tempat yang inklusif bagi mereka yang ingin memperbaiki diri.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *