BERAU – Dugaan pencemaran berat Sungai Daluman di wilayah Kampung Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung, kembali mencuat dan menimbulkan kemarahan besar dari warga. Sungai yang selama puluhan tahun menjadi tumpuan hidup masyarakat kini berubah menjadi aliran air berwarna cokelat pekat, tak lagi bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Sorotan tajam pun tertuju pada aktivitas tambang batu bara milik PT. Supra Bara Energi (SBE) yang diduga menjadi sumber utama pencemaran.
Kondisi ini terungkap setelah rombongan gabungan dari LSM lingkungan, warga, awak media, serta tim dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Berau melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada Rabu, 30 Juli 2025. Hasil pantauan di lapangan memperlihatkan secara kasat mata bahwa aliran Sungai Daluman mengalami perubahan drastis, dengan warna air yang pekat, berbau, dan sangat berbeda dari kondisi alami sebelumnya.
Air Tak Lagi Layak, Warga Tersisih dari Sumber Kehidupan
Rani (47), warga yang telah tinggal di kawasan Pegat Bukur sejak tahun 1980, mengungkapkan kesedihannya. “Sejak saya kecil, sungai ini adalah sumber kehidupan kami. Kami mandi, mencuci, menanak nasi, bahkan mengambil air minum dari sini. Tapi sekarang, airnya sudah tidak bisa dipakai sama sekali. Keruh, bau, dan rasanya aneh. Sejak tambang PT. SBE beroperasi, semuanya berubah,” ujar Rani penuh emosi.
Tak hanya kehilangan akses terhadap air bersih, warga juga mengaku mulai merasakan dampak kesehatan akibat pencemaran tersebut. Gatal-gatal, iritasi kulit, hingga diare mulai dialami warga yang nekat masih menggunakan air sungai.
“Kejahatan Lingkungan yang Diulang-ulang”
Dirwansyah, salah satu tokoh masyarakat, dengan tegas menyatakan bahwa pencemaran ini sudah masuk dalam kategori kejahatan lingkungan. Ia menilai PT. SBE telah berulang kali membuang limbah batu bara ke sungai tanpa mempertimbangkan dampak serius yang ditimbulkan.
“Ini bukan kejadian pertama. Warga Pegat Bukur, Inaran, Bena Baru, semuanya terdampak. Sungai Daluman adalah sumber air minum dan irigasi. Limbah itu menghancurkan seluruh ekosistem air dan hak dasar masyarakat,” ujarnya. Ia mendesak agar pemerintah mencabut izin tambang PT. SBE sebagai bentuk perlindungan terhadap hak hidup masyarakat.
Ketua RT: “Ini Sudah Biadab”
Pernyataan paling keras datang dari Ketua RT 02 Kampung Pegat Bukur, Yani. Ia menyebut tindakan perusahaan sebagai “biadab”, lantaran berkali-kali melakukan pencemaran tanpa upaya perbaikan.
“Ini sudah berkali-kali. Tidak ada permintaan maaf, tidak ada ganti rugi, tidak ada solusi. Mereka menghancurkan lingkungan dan masa depan warga kami. Jangan anggap kami bodoh. Kalau pemerintah tidak mau bertindak, maka warga akan turun tangan sendiri!” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus ini mencerminkan gagalnya pengawasan terhadap industri ekstraktif, serta lemahnya perlindungan hukum terhadap lingkungan dan warga lokal.
KTT PT. SBE Bungkam: Diam yang Mencurigakan
Yang lebih memicu kemarahan warga adalah sikap bungkam total dari pihak perusahaan. Kepala Teknik Tambang (KTT) PT. SBE, Hendra, yang berada di lokasi saat rombongan datang, sama sekali tidak memberikan klarifikasi atau jawaban kepada awak media yang mengajukan pertanyaan.
Sikap diam tersebut semakin memperkuat kecurigaan bahwa perusahaan sedang berusaha menutup-nutupi pelanggaran. Padahal, masyarakat berhak atas penjelasan, permintaan maaf, dan langkah konkret untuk pemulihan lingkungan.
DLHK Harus Bertindak Tegas
Hingga berita ini diturunkan, pihak DLHK Kabupaten Berau belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun tekanan dari masyarakat dan LSM agar instansi tersebut segera melakukan investigasi mendalam dan mengambil tindakan tegas semakin menguat.
Aktivis lingkungan dari Forum Hijau Berau menyatakan bahwa DLHK tidak boleh hanya menjadi penonton. “Sudah terlalu banyak kasus pencemaran lingkungan yang didiamkan. Kalau memang benar ada pelanggaran, harus ada sanksi tegas, bahkan pencabutan izin dan proses hukum,” tegasnya.
Warga Siap Aksi Besar
Di tengah kekecewaan yang terus membesar, warga menyatakan siap untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran jika tidak ada kejelasan dalam waktu dekat.
“Kami bukan warga bodoh. Kalau suara kami tidak didengar di atas meja, maka kami akan bersuara di jalan,” kata Yani, yang langsung disambut sorak dukungan warga saat peninjauan berlangsung.
Kesimpulan: Lingkungan atau Tambang, Pilih Satu
Kasus pencemaran Sungai Daluman menjadi simbol betapa buruknya dampak industri tambang yang tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat lokal. Kini, masyarakat tidak hanya menuntut jawaban, tapi juga keadilan lingkungan.
Apakah pemerintah akan berpihak pada tambang, atau pada rakyat yang selama ini bergantung pada alam?
Jawabannya dinanti oleh ribuan warga Pegat Bukur, Inaran, dan Bena Baru—yang kini hidup tanpa sumber air bersih.