Jahidin Klarifikasi Polemik RDP DPRD Kaltim dan Kuasa Hukum RSHD

Jahidin, anggota DPRD Kaltim
Jahidin, anggota DPRD Kaltim

Samarinda – Sorotan publik tertuju pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD Kalimantan Timur dan tim kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda yang digelar pada Senin (29/4/2025). Di tengah polemik tersebut, anggota DPRD Kaltim Dr. HJ Jahidin angkat bicara untuk meluruskan duduk perkara yang berkembang.

Menurut Jahidin, terjadi miskomunikasi dalam proses RDP tersebut yang kemudian menimbulkan kesan negatif terhadap lembaga legislatif. Ia menjelaskan bahwa DPRD hanya menjalankan fungsi sebagai perantara antara masyarakat dan pihak terkait. “DPRD ini hanyalah fasilitator, kepanjangan tangan dari masyarakat. Kita menjembatani masalah antara masyarakat dan pihak yang bersangkutan. Tapi kita tidak bisa mengambil keputusan yang bersifat eksekutif,” ujarnya di Gedung D DPRD Kaltim, Senin (2/6/2025) yang lalu.

Persoalan mencuat setelah dua anggota Komisi IV, yakni Wakil Ketua Andi Satya Adi Saputra dan Sekretaris Komisi Darlis Pattalongi, dilaporkan ke Badan Kehormatan oleh Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim karena dugaan tindakan tidak etis selama rapat berlangsung. Jahidin menyayangkan kejadian tersebut dan menyebutkan bahwa secara aturan, pihak yang seharusnya hadir dalam RDP adalah unsur pimpinan dari lembaga atau perusahaan yang diundang.

“Yang diundang itu unsur pimpinan. Kalau yang datang hanya kuasa hukumnya, dia tidak bisa ambil kebijakan. Lalu hasil rapat ini mau diapakan?” tegasnya.

Meski berlatar belakang sebagai advokat, Jahidin menyoroti adanya oknum kuasa hukum yang diduga sengaja memperkeruh persoalan demi keuntungan pribadi. “Saya juga asli advokat. Tapi saya tahu ada yang tidak berusaha menyelesaikan masalah. Masalah itu kadang dibuat berlarut-larut agar honor tetap jalan. Itu tidak etis,” ujarnya menambahkan.

Mengenai dugaan pengusiran kuasa hukum saat RDP, Jahidin menilai seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Ia menyarankan agar rapat ditunda apabila pihak yang hadir tidak sesuai dengan undangan, serta memberikan pemahaman secara baik. “Gedung ini milik rakyat. Kita sebagai wakil rakyat harus memberi ruang dan pengertian. Kalau memang yang datang tidak tepat, ya rapat ditunda saja,” tuturnya.

Jahidin juga meluruskan bahwa DPRD bukan forum hukum melainkan forum politik. “Kita tidak bisa memutuskan, hanya bisa menyimpulkan. Kalau memang itu hak rakyat, ya kita dorong agar perusahaan menyelesaikan. Tapi kalau tuntutannya tidak rasional, kita bisa merekomendasikan ke jalur hukum,” pungkasnya.

Pernyataan Jahidin diharapkan dapat memperjelas peran DPRD dalam proses mediasi publik serta meredakan ketegangan yang timbul pasca-RDP tersebut. (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *