Samarinda – “Ini laboratorium hidup untuk mahasiswa kehutanan. Jangan digadaikan demi kepentingan ekonomi jangka pendek,” tegas Jahidin, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, merespons kasus perusakan Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman (Unmul) akibat aktivitas tambang ilegal. Pernyataan itu ia sampaikan dalam keterangan resminya, Selasa (1/7/2025), menyikapi kerusakan di kawasan riset seluas 3,26 hektare yang merupakan bagian dari Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Unmul.
Aktivitas tambang ilegal yang melibatkan alat berat di kawasan tersebut telah dilaporkan pihak Unmul ke Balai Gakkum Kehutanan dan Gubernur Kaltim. Kerusakan terlihat jelas di lapangan: vegetasi lenyap, tanah terbuka, dan fungsi ekologis terganggu, mengancam keberlangsungan kawasan pendidikan yang ditetapkan melalui SK Menteri LHK Nomor SK.241/MENLHK/SETJEN/PLA.0/6/2020.
Jahidin mengecam keras aksi tersebut dan menuntut agar para pelaku diproses hukum tanpa kompromi.
“Hutan ini adalah kebanggaan rakyat Kalimantan Timur, tempat mahasiswa belajar dan melakukan riset. Pelakunya harus diproses hukum,” katanya.
Menurutnya, kejadian ini adalah ironi besar karena justru tempat pendidikan dirusak demi tambang ilegal. Ia memperingatkan, jika dibiarkan, citra lembaga pendidikan dan kepercayaan masyarakat akan runtuh.
“Jangan sampai kita jadi bahan bulan-bulanan mahasiswa karena tidak tegas,” tambahnya.
DPRD Kaltim, kata Jahidin, akan menginisiasi rapat lintas komisi untuk membahas masalah ini secara komprehensif. Komisi I akan fokus pada aspek hukum, Komisi III menyoroti pertambangan, dan Komisi IV mengevaluasi dampak lingkungan.
“Kami ingin semua komisi hadir, dan kita bersama-sama keluarkan rekomendasi yang kuat,” ujarnya, menekankan pentingnya solidaritas antarlembaga dalam menjaga kehormatan akademik.
Jahidin juga mendesak pemulihan segera kawasan yang rusak agar bisa kembali berfungsi sebagai ruang pembelajaran alami. Ia menegaskan bahwa kawasan ini tidak hanya simbol pendidikan, tetapi juga benteng ekologi yang vital bagi keberlanjutan lingkungan di Kaltim.
“Kalau dibiarkan, kita sama saja merelakan kerusakan ekosistem yang lebih luas dan mempermalukan diri sendiri,” pungkasnya. (ADV).