Agusriansyah Ridwan: Pemkab Butuh Data Pembanding Terkait Angka Tertinggi Anak Tidak Sekolah

anggota Komisi IV DPRD Kaltim sekaligus Sekretaris Fraksi PKS, Agusriansyah Ridwan
anggota Komisi IV DPRD Kaltim sekaligus Sekretaris Fraksi PKS, Agusriansyah Ridwan saat menyambut PMK-KT di Ruang Fraksi DPRD Kaltim, Senin (7/7/2025)

Samarinda – Pergerakan Mahasiswa Kaliorang (PMK) Kuttai Timur (KT) mengunjungi anggota DPRD Kaltim dapil Kutim, Berau dan Bontang Agusriansyah Ridawan. Dalam kunjungan resmi ke ruang Fraksi PKS, mahasiswa memaparkan data mengejutkan: Kutai Timur mencatat angka tertinggi anak tidak sekolah se-Kaltim.

“Sekolah gratis tak berarti tanpa hambatan,” ujar Ketua , Irbhani, membuka dialog kritis, Senin (7/7/2025).

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per 10 Maret 2025, Kutai Timur memiliki 9.945 anak yang belum pernah sekolah, 1.996 anak yang putus sekolah, dan 1.470 anak yang lulus namun tak melanjutkan. Posisi itu menempatkan Kutim di atas Kutai Kartanegara dan Samarinda, yang masing-masing memiliki lebih dari 10 ribu kasus serupa jika ketiga kategori digabungkan.

“Ini persoalan serius yang tak bisa hanya ditangani dinas teknis. Perlu komitmen lintas sektor dan politik anggaran yang pro-daerah 3T,” tegas Irbhani.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi IV DPRD Kaltim sekaligus Sekretaris Fraksi PKS, Agusriansyah Ridwan, menyatakan keprihatinannya. Ia menekankan perlunya akurasi dan kemandirian data oleh pemerintah daerah.

“Mudah-mudahan ke depan Pemkab Kutim punya data sendiri. Saat BPS merilis data, daerah juga harus punya pembanding agar publik bisa menilai mana yang paling valid,” ujar Agusriansyah.

Menurutnya, diperlukan tim riset independen untuk menyelidiki penyebab tingginya angka anak tidak sekolah. Kemungkinan besar, terdapat anak-anak usia sekolah yang justru bekerja atau pendatang tanpa identitas resmi yang masuk hitungan. Ia juga menyoroti keterbatasan sarana dan jarak tempuh yang menghambat partisipasi pendidikan.

“Apakah karena sekolah yang tidak ada atau jaraknya jauh, sehingga anak-anak menjadi enggan? Ini bisa jadi objek penelitian,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya keadilan akses pendidikan dalam program nasional seperti Sekolah Garuda, yang dianggap sebagai janji politik negara. Namun, kata Agusriansyah, di daerah terpencil seperti Kaliorang, dibutuhkan pendekatan berbeda.

“Jangan sampai kita bilang sekolah gratis, tapi ongkos menuju sekolah justru lebih mahal. Pemerintah harus hadir menyelesaikan hambatan geografis dan sosial ini,” ungkapnya.

Selain akses, ia juga menyoroti substansi pendidikan. Agusriansyah mengusulkan agar kurikulum di daerah berbasis potensi lokal dan sumber daya alam. Tujuannya agar lulusan sekolah tidak hanya berijazah, tetapi juga siap membangun wilayahnya.

Pertemuan ini menandai langkah awal penting untuk mendesak perhatian serius dari DPRD Kaltim dan pemerintah provinsi terhadap krisis pendidikan di Kutim. Mahasiswa berharap, data bukan hanya untuk diketahui, tetapi untuk dijadikan landasan kebijakan nyata. (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *