Samarinda – Bonus demografi jangan hanya menjadi catatan statistik belaka, melainkan harus diolah menjadi kesempatan emas untuk membentuk generasi unggul. Itulah pesan utama yang disampaikan Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, dalam pertemuannya bersama kader Program Kader Pemimpin Muda Daerah (PKPMD) di Gedung E Sekretariat DPRD Kaltim, Kamis (12/6/2025).
Politisi dari Fraksi PKS itu menegaskan bahwa keterlibatan pemuda dalam pembangunan daerah tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja, tetapi harus difasilitasi oleh kebijakan yang jelas dan pendanaan yang terarah. Ia menyebut bahwa pemuda adalah aset strategis dalam menghadapi tantangan global menuju visi Indonesia Emas 2045.
“Kita ingin ketersediaan dalam beberapa sisi atau aspek, baik legislasi maupun peraturan. Mereka harus benar-benar dilindungi dalam hal aktivitas, inovasi, dan keterlibatan dalam pembangunan daerah,” tegasnya.
Menurutnya, pendekatan moral saja tidak cukup untuk menggerakkan potensi anak muda. Pemerintah daerah, ujar Agusriansyah, wajib menghadirkan program yang berpihak pada mereka, seperti dukungan terhadap komunitas petani milenial, industri kreatif, maupun organisasi kepemudaan di wilayah pascatambang.
“Apalah mereka ingin menjadi petani milenial atau bergerak di bidang lain, mereka harus didukung. Termasuk lewat pembiayaan yang terarah,” katanya.
Untuk itu, ia mendorong penyusunan database pemuda yang memuat informasi komunitas, minat, dan potensi mereka di masing-masing kabupaten/kota. Basis data tersebut akan menjadi acuan dalam menyalurkan program pembinaan dan pengembangan yang tepat sasaran.
“Bagusnya, database itu mencakup komunitas pemuda dan potensi wilayah. Sehingga kita bisa mendistribusikan program pengembangan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan mendorong partisipasi pemuda di sana,” jelasnya.
Ia memperingatkan bahwa tanpa kebijakan yang tepat, momentum bonus demografi yang diperkirakan mencapai puncaknya pada 2030 bisa terbuang sia-sia.
“Saya khawatir, kalau ini tidak dilakukan, kita justru gagal menyediakan pemuda-pemuda siap pakai untuk menyongsong Indonesia Emas. Angka produktivitas 68–69 persen di 2030 itu bukan hanya soal statistik, tapi harus diisi oleh anak-anak muda kita sendiri,” ucapnya.
Agusriansyah menegaskan, pemuda harus terlibat dalam seluruh proses pembangunan, mulai dari perencanaan hingga implementasi. Tidak cukup hanya diberi pelatihan dan seminar, tetapi mereka juga harus dilibatkan dalam sektor strategis seperti ekonomi pascatambang, transformasi energi, dan digitalisasi.
“Kita sering terjebak memaknai pemuda hanya dari sudut seremonial. Padahal, mereka harus terlibat dari hulu ke hilir, dari perencanaan sampai pelaksanaan pembangunan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pembentukan karakter, selain peningkatan keterampilan teknis. Tanpa etos kerja, sikap produktif, dan nilai kebangsaan, pemuda hanya akan menjadi tenaga kerja yang rapuh.
“Kalau tidak ada optimalisasi dari perspektif kebangsaan, keislaman, dan filsafat, kita hanya melahirkan generasi yang pandai secara teknis tapi rapuh secara karakter,” pungkasnya.
Menutup pertemuan, Agusriansyah mengingatkan bahwa sejarah adalah guru terbaik. Ia mengajak pemuda Kaltim untuk mempelajari sejarah bangsa dan dunia agar tidak mengulang kesalahan yang sama dan mampu bergerak maju dengan lebih tajam dan terarah.
“Karena pembelajaran sejarah itu penting agar pemuda saat ini tidak terjebak pada siklus kesalahan yang sama dan mampu memaksimalkan potensi mereka secara progresif dan berkelanjutan,” tandasnya. (ADV).