Semburan Lumpur Cemari Air PDAM, Warga Sangasanga Krisis Air

Warga keluhkan air bersih
Gambar ilustrasi Warga keluhkan air bersih (ilustrasi by AI)

Kukar – Bau menyengat dan air keruh menjadi pertanda awal bencana lingkungan yang kini melanda Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara. Insiden semburan lumpur dan gas dari sumur LSE-1176 milik Pertamina EP pada Kamis (19/6/2025) telah memicu krisis air bersih yang meluas di sejumlah RT. Warga melaporkan perubahan drastis pada air PDAM, yang berubah warna dan berbau seperti minyak.

Sejak Sabtu (21/6), air bersih yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat berubah menjadi sumber keresahan. Warga, terutama di RT 02, RT 04, dan RT 06, mencium bau gas dari parit sekitar rumah. Tak lama, air PDAM mereka pun ikut terpengaruh.

“Awalnya kami mencium bau seperti gas di parit. Tapi kemudian air PDAM juga ikut berubah. Ini sangat mencemaskan,” ujar Nugraha, warga RT 04, pada Sabtu (21/6).

Kondisi ini semakin parah karena Kecamatan Sangasanga hanya memiliki satu sumber pasokan air dari PDAM. Dengan tercemarnya sumber tersebut, warga tak lagi memiliki akses layak terhadap air bersih. Dampaknya bukan hanya kenyamanan, tetapi juga pada kesehatan warga, termasuk laporan sesak napas akibat bau gas.

Anggota DPRD Kalimantan Timur, Muhammad Samsun, meminta Pertamina dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) segera bertindak. Ia mengingatkan bahwa jika terbukti pencemaran berasal dari aktivitas Pertamina, maka perusahaan BUMN itu wajib bertanggung jawab penuh.

“Kalau pencemaran itu memang berasal dari Pertamina, maka tidak ada alasan untuk menunda tindakan. DLH dan lembaga berwenang harus segera investigasi,” ujar Samsun, Senin (23/6/2025) yang lalu.

Pertamina EP mengklaim semburan telah berhasil dihentikan pada Sabtu (21/6) dan menyebut telah menyalurkan bantuan air bersih serta membuka posko kesehatan. Mereka juga melakukan sosialisasi langsung kepada warga terdampak.

Namun, pernyataan itu belum mampu meredakan keresahan. Warga menuntut lebih dari sekadar bantuan darurat. Mereka meminta investigasi independen oleh DLH dan Gakkum KLHK, serta kompensasi atas kerugian dan dampak lingkungan yang mereka alami.

“Kami minta kepastian dan keadilan. Ini bukan cuma persoalan kenyamanan, tapi menyangkut kesehatan dan keselamatan warga serta ekosistem sungai,” tegas Nugraha.

Krisis ini menjadi peringatan keras akan pentingnya tanggung jawab lingkungan dalam eksplorasi migas. Masyarakat Kukar kini menanti langkah konkret dari pemerintah dan Pertamina untuk menuntaskan persoalan ini secara adil dan transparan. (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *