Samarinda — Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Damayanti, menyoroti persoalan mendasar dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang akan dimulai pada 16 Juni 2025. Ia menekankan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan antar sekolah di seluruh kabupaten/kota sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan zonasi yang terus berulang.
“Kalau kualitas sekolah di tiap kabupaten dan kota kita rata, maka persoalan SPMB ini insyaallah tidak akan terjadi. Itu harapan saya,” ujar Damayanti dalam rapat dengar pendapat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Selasa (10/6/2025).
Sebagai anggota baru di DPRD Kaltim, Damayanti mengaku bahwa ini adalah pengalaman pertamanya mengawal pelaksanaan SPMB. Namun, berdasarkan hasil reses di Dapil Balikpapan, ia menyatakan bahwa SPMB menjadi keluhan utama masyarakat. Menurutnya, hanya sekitar 51% siswa SMP di Balikpapan yang bisa tertampung di SMA negeri.
“Domisili 30 persen saja tidak terpenuhi di Balikpapan Tengah karena tidak ada sekolah di wilayah itu. Lalu anak-anak ini mau sekolah di mana?” tanyanya.
Kekurangan Kapasitas dan Ketimpangan Persepsi
Damayanti menyatakan bahwa kekurangan daya tampung sekolah negeri menjadi persoalan struktural di Balikpapan yang harus dijawab dengan perencanaan jangka panjang. Ia menegaskan pentingnya kerja sama antara Disdikbud, DPRD, dan para kepala cabang dinas di kota/kabupaten, termasuk di Samarinda.
Di Samarinda, ia mengamati adanya kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah “unggulan” yang dianggap memiliki fasilitas dan mutu lebih baik daripada sekolah-sekolah di pinggiran. Menurutnya, persepsi seperti ini harus diubah melalui pemerataan kualitas guru dan fasilitas pendidikan.
“Bagaimana caranya persepsi tentang sekolah unggulan itu tidak ada. Semua sekolah harus punya kualitas yang sama. Itu bisa dilakukan lewat pemerataan pendidik,” jelasnya.
GratisPol dan Sekolah Swasta
Damayanti juga menyinggung implementasi program GratisPol (gratis pendidikan di sekolah negeri) yang belum menjangkau siswa di sekolah swasta. Padahal, banyak siswa di Balikpapan yang akhirnya harus masuk ke sekolah swasta karena tidak tertampung di sekolah negeri.
“Kalau sudah masuk swasta, biaya pendidikannya luar biasa mahal. Pertanyaannya, apakah GratisPol bisa mengakomodasi anak-anak kita yang masuk sekolah swasta karena keterbatasan daya tampung negeri?” tanyanya.
Ia berharap ke depan ada dukungan pendanaan bagi siswa swasta sebagai bentuk kehadiran negara, sembari pemerintah provinsi terus membenahi kualitas dan kapasitas sekolah negeri.
SDM Kaltim untuk Masa Depan Daerah
Sebagai penutup, Damayanti menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi perhatian utama dalam pembangunan Kalimantan Timur. Ia mengingatkan bahwa kekayaan sumber daya alam tidak akan berarti tanpa sumber daya manusia yang unggul.
“Jangan sampai Kaltim yang kaya ini justru dikuasai oleh orang luar. Kita ingin anak-anak Kaltim menjadi pelaku utama pembangunan di masa depan,” pungkasnya. (ADV).