Agusriansyah Ridwan Soroti Ketimpangan Zonasi SPMB, Dorong Perda Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan
Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan

Samarinda — Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menyoroti secara tajam ketimpangan yang masih terjadi dalam penerapan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di berbagai wilayah Kaltim. Dalam rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, ia menilai kebijakan zonasi nasional tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi geografis dan sosial daerah.

“Dalam UUD itu pendidikan dasar adalah amanah. Pasal 31 juga menegaskan bahwa setiap warga negara usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan,” kata Agusriansyah, Selasa (10/6/2025). “Dua poin ini seharusnya menjadi kerangka pikir utama dalam menyusun sistem penerimaan siswa.”

Ia mencontohkan, dari data rombongan belajar (rombel) di daerah seperti Kutai Timur, Berau, dan Bontang, kapasitas sekolah sebenarnya sudah mencukupi bila setiap rombel diisi 40 siswa. Namun, persoalan tetap muncul karena pergeseran peserta didik membuat jarak tempuh semakin jauh dan sekolah yang dituju tidak sesuai dengan minat siswa. Masalah lainnya adalah fasilitas dan sarana pendidikan yang tidak merata.

Menurut Agusriansyah, problem substansial ini tidak akan selesai jika hanya mengandalkan peraturan dari pusat. Ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Kaltim mengambil inisiatif dengan melakukan diskusi serius bersama kepala daerah dan kementerian terkait.

“Indikator pembuatan regulasi di pusat kemungkinan besar berbasis kota, padahal banyak daerah di Kaltim memiliki kondisi geografis dan aksesibilitas yang sangat berbeda,” ujarnya. “Harus ada perlakuan khusus. Karena pendidikan adalah kewenangan daerah, bukan hanya pusat.”

Dorongan Penyusunan Perda Pendidikan

Agusriansyah juga menyarankan agar Pemprov Kaltim mempertimbangkan membuat peraturan daerah (Perda) khusus tentang sistem penerimaan murid baru berbasis lokal. Hal ini menurutnya bisa dilakukan melalui penyusunan petunjuk teknis (juknis) yang mempertimbangkan aspek kearifan lokal, distribusi wilayah, serta indikator sosial dan geografis.

“Kalau tidak ada regulasi yang adil, berarti kita memberikan perlakuan diskriminatif terhadap peserta didik. Ini bertentangan dengan amanah konstitusi,” tegasnya. “Fungsi pengawasan dan legislasi DPRD harus berpihak pada peserta didik.”

Agusriansyah menyebut bahwa banyak anggota DPRD, termasuk dirinya, kerap menjadi sasaran aspirasi masyarakat yang anak-anaknya kesulitan mengakses sekolah karena sistem zonasi yang tidak fleksibel. Ia menolak anggapan bahwa para legislator ‘menitipkan’ siswa. “Itu bukan titipan, itu aspirasi agar anak-anak mendapatkan haknya,” ucapnya.

Akses dan Fasilitas Masih Jadi Kendala

Dalam RDP tersebut, ia juga mempertanyakan apakah sudah ada kebijakan konkret seperti penyediaan bus sekolah bagi siswa yang rumahnya berada 2–3 kilometer dari sekolah terdekat. “Kalau hal seperti ini bisa dilakukan, gejolak penerimaan siswa baru bisa ditekan,” imbuhnya.

Ia juga meminta percepatan pemerataan mutu pendidikan dengan standarisasi akreditasi sekolah dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. “Kita harus pastikan semua sekolah di Kaltim memiliki fasilitas dan akreditasi yang layak. Sarana dan tenaga pendidik harus dibenahi.”

Agusriansyah menutup pernyataannya dengan menyatakan bahwa dirinya siap membantu merumuskan solusi. “Kebetulan disertasi saya juga membahas soal ini. Jadi kami di DPRD siap untuk berpikir bersama, bukan hanya mengkritik.” (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *