16 Ribu Anak Putus Sekolah, DPRD Kaltim Soroti Beban Biaya Hidup

Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PAN–NasDem, Darlis Pattalongi
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PAN–NasDem, Darlis Pattalongi

Samarinda – Fakta mencengangkan datang dari dunia pendidikan di Kalimantan Timur. Sebanyak 16.000 anak tercatat putus sekolah sepanjang 2024, menurut data resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim. Angka ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari anggota DPRD setempat, yang menyoroti bahwa penyebab utamanya bukan hanya biaya pendidikan formal, melainkan juga tingginya biaya hidup pelajar.

Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PAN–NasDem, Darlis Pattalongi, menyebut bahwa selain uang kuliah, siswa dan mahasiswa kerap terbebani oleh pengeluaran tambahan seperti transportasi dan akomodasi.

“Target kita adalah meningkatkan rata-rata lama sekolah. Karena itu, program Gratispol dirancang untuk tidak hanya membiayai UKT, tapi juga meliputi kebutuhan pendukung seperti seragam dan buku,” kata Darlis.

Rata-rata lama sekolah di Kaltim saat ini hanya mencapai 10 tahun—setara jenjang kelas 1 SMA. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak menyelesaikan pendidikan menengah atas.

Darlis menilai, peran sektor swasta sangat penting dalam memperkuat skema bantuan yang ada. Ia mendorong perusahaan agar menyalurkan dana CSR untuk kebutuhan hidup siswa, bukan untuk beasiswa pendidikan yang sudah ditanggung pemerintah.

“Banyak CSR diberikan dalam bentuk beasiswa. Tapi kalau UKT sudah ditanggung APBD, lebih baik perusahaan membantu dari sisi biaya hidup siswa,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa Kaltim memiliki tantangan khas, yaitu lonjakan penduduk akibat migrasi, bukan kelahiran. Pertumbuhan penduduk 2,8 persen membuat angka partisipasi pendidikan menjadi fluktuatif.

“Orang yang datang ke Kaltim membawa tantangan baru, termasuk dalam sektor pendidikan. Perubahan jumlah penduduk yang dinamis ini membuat stabilisasi program pendidikan jadi lebih sulit,” jelas Darlis.

Sebagai anggota Komisi IV dan Badan Anggaran DPRD Kaltim, Darlis juga mengingatkan pentingnya peningkatan kualitas pendidikan. Ia mengkhawatirkan jika pembiayaan sudah terpenuhi namun aspek mutu guru dan fasilitas diabaikan.

“Pembiayaan memang penting, tapi mutu guru, dosen, hingga fasilitas pendidikan juga harus ditingkatkan. Jangan sampai fokus pada anggaran tapi kualitasnya tertinggal,” tegasnya.

Darlis optimistis, jika pemerintah dan dunia usaha bersinergi dari hulu ke hilir, angka putus sekolah dapat ditekan signifikan. Ia menargetkan rata-rata lama sekolah bisa meningkat dalam lima tahun ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *